" Untuk mengubah semua yang kamu rasakan, mengubah tangismu menjadi usaha untuk bangkit dan bahagia dengan saya yang akan menjadi keluarga mu, teman mu, sahabat mu."
Suara dokter yang terdengar meneruskan pembicaraan yang terpotong.
" Dokter bian, mungkin bisa menjadi keluarga dan teman ku tapi mungkin tidak pernah bisa menjadi sahabat ku "
" Kenapa tidak ??? " Fikir dokter
" Dokter tau, ibu ku yang sangat bangga terhadapku ( dulu ) . Kini menjadi sangat asing untuk ku, selalu bicara untuk aku melakukan apa yang tidak bisa ku lakukan sekarang , tidak bisa menjadi teman apalagi sahabat mungkin karna kecewa pada ku. Entahlahh"
" Ya sudah sekarang saya ga mau melihat mu sedih. Kamu pake ya tongkat ini untuk membantu mu " dokter bian merayu ku dengan nadanya yang lembut
" Makasih dok, tapi tidak usah. Saya tidak ingin terlihat bodoh dan tidak berguna berjalan saja tidak bisa. Jika aku pakai itu pasti menjadi pusat perhatian semuanya." ( Menolaknya sambil menjauhkan tongkat itu darinya )
" Ok kalau kamu tidak mau ambil ini untuk sekarang. Tapi izinkan saya membawa kamu keluar dari kota ini ya. Oh oh ya satu lagi saya akan jadi sahabat mu jadi kalau tidak dirumah sakit , jangan panggil saya dokter. Panggil saja ' bian' ok " ( diucapkan dokter sambil menatapnya dalam )
Kemana ? Untuk apa ? Lalu keluarga ku bagaimana ?
( Pertanyaan ku yang tidak ada jawaban dari dokter )
5 menit hening sejak ku bertanya...
" Tenang saja razenia aseinea. Keluarga mu sudah setuju dengan saya. Dan saya akan mengenalkan kamu sama hidup sesungguhnya. Dan ga boleh banyak tanya ya Ra!! "
Keesokkan harinya setelah percakapan itu aku pergi. Seperti hilang arah , aku tidak mengenal semua tempat yang ku lalui. Hanya ada tangan ( dokter bian ) ini yang kupercaya membawa ku kesatu tujuan.